Sumber Cacat Pada Rangkaian Audio Amplifier (Bagian 1)

Audio amplifier idealnya akan menghasilkan sinyal keluaran yang bentuknya sama persis dengan bentuk sinyal masukan, hanya amplitudonya lebih besar karena adanya penguatan (gain). Namun sayangnya di dunia ini tidak ada yang ideal. Sinyal keluaran dari audio amplifier selalu tidak sama persis bentuknya dibandingkan dengan sinyal masukannya. Untuk mengetahui seberapa besar cacatnya digunakan analisa Fourier. Semua bentuk gelombang adalah dilihat dari domain waktu, itu yang kita lihat pada osiloskop. Garis vertikal menunjukkan besar tegangan dan garis horisontal menunjukkan waktu. Dengan Fourier Transform, sinyal bisa diubah menjadi domain frekuensi yang bisa dilihat pada spectrum analyzer. Garis vertikal menunjukkan besarnya tegangan dan garis horisontal menunjukkan frekuensi. Hanya gelombang sinus murni yang jika dilihat pada domain frekuensi akan menghasilkan satu frekuensi. Sedangkan bentuk gelombang lainnya akan terlihat lebih dari satu frekuensi. Oleh karena itu gelombang sinus digunakan untuk mengukur cacat pada audio amplifier.

Darimana datangnya cacat tersebut? Bisa dari komponen yang digunakan, tipe topologi rangkaiannya, dan tata letak komponen dan disain PCB. Namun kali ini akan dibahas sumber cacat dari topologi Lin yaitu amplifier yang memakai LTP pada inputnya.

Linn topologi

Pada gambar di atas, LTP (Long tailed Pair) adalah Q1 dan Q2, VAS (Voltage Amplification Stage) adalah Q3 dan Q11, OPS (Output Stage) adalah Q4, Q5, Q6, dan Q7.

Cacat Pada LTP

Idealnya arus kolektor Q1 dan Q2 harus sama persis sehingga akan menghasilkan cacat yang paling kecil. Namun tidak ada dua transistor yang sama tipenya memiliki karakteristik yang sama persis. Agar arus kolektor LTP mendekati sama digunakan cermin arus Q8, Q9, Q10. Namun cermin arus juga memiliki kelemahan dalam kestabilan DC dan kadang-kadang perlu rangkaian Common Mode Control Loop (belum umum pada diskret audio amplifier, namun biasa dipakai pada op-amp). Resistor untuk mengurangi penguatan pada LTP yaitu R1 dan R16 juga meningkatkan cacat, namun menaikkan slew rate.

Suhu bisa menyebabkan arus kolektor dari transistor berubah. Untuk mengurangi cacat ini kedua badan transistor LTP saling ditempelkan agar suhunya sama. Transistor-transistor untuk cermin arus juga ditempelkan badannya. Jika suhu berubah, arus kolektor dari LTP tetap sama.

Cacat Pada VAS

Jika VAS memakai satu transistor maka cacat bisa dikurangi dengan memakai transistor yang memiliki Cob (kapasitansi internal antara basis dan kolektor) yang rendah. Cacat pada frekuensi di atas 1 kHz akan berkurang. Untuk mengurangi cacat pada frekuensi rendah gunakan transistor yang memiliki Early voltage yang tinggi. Namun sering kali Early voltage tidak dicantumkan pada datasheet, namun untuk praktisnya gunakan VCE maksimal yang tinggi karena umumnya transistor yang memiliki VCE maksimal yang tinggi juga memiliki Early voltage yang tinggi juga. Semakin tinggi Early voltage semakin datar grafik arus kolektor terhadap tegangan kolektor-emitor seperti gambar di bawah ini.

300px-Early_effect_(graph_-_I_C_vs_V_CE).svg

Cacat pada VAS juga bisa dikurangi dengan memakai dua transistor. Bisa dengan emitor follower ditambah VAS atau cascode (baik yang konvensional maupun Hawksford). Kemudian kapasitor untuk kompensasi gunakan jenis Silver Mica atau keramik NP0 atau C0G yang nilainya stabil terhadap suhu.

Cacat Pada VAS Karena Beban VAS

Semakin kecil impedansi pada beban VAS semakin besar cacatnya. Beban VAS adalah impedansi input dari OPS. Agar impedansi input OPS besar maka gunakan transistor yang memiliki hFE yang besar. Namun hFE yang besar tidak cukup, hFE tidak boleh berkurang sampai nilai arus kolektor maksimal yang kita gunakan. Jika tidak memungkinkan transistor bisa diparalel agar transistor tersebut bekerja pada daerah dimana hFE nya tetap (tidak turun). Atau gunakan konfigurasi triple emitor follower. Kada-kadang untuk mengatur arus kolektor transistor VAS digunakan dua buah resistor yang di bootstrap dengan kapasitor agar impedansinya menjadi tinggi pada sinyal AC. Namun impedansinya tidak setinggi sumber arus sehingga cacatnya lebih tinggi.

Cacat Pada OPS

Cacat Pada OPS terjadi jika memakai class AB yaitu cacat crossover. Untuk meminimalkan cacat crossover, atur arus kolektor pada transistor output agar tegangan pada resistor di emitornya sebesar 26mV yang pada gambar di atas adalah R3 dan R6. Untuk mengurangi cacat pada harmonik ke-2 gunakan konfigurasi Locanthi ‘T’ (triple emitor follower). Gunakan kapasitor yang diparalelkan pada resistor emitor transistor driver, pada gambar di atas adalah C1. Hal ini untuk mengurangi cacat yang terjadi saat transistor output beralih mode dari hidup ke mati dan sebaliknya. Pastikan arus kolektor transistor output stabil terhadap suhu. Juga gunakan resistor pada basis untuk mencegah transistor output berosilasi.

Pilih transistor yang fT (frekuensi saat hFE = 1)nya tinggi dan nilai hFE yang relatif tidak berubah dari arus kolektor rendah sampai tinggi. Transistor fT tinggi akan memungkinkan THD pada frekuensi tinggi menjadi rendah. Dan hFE yang relatif tidak berubah pada jangkauan arus kolektor yang lebar akan menghasilkan cacat yang kecil pada sinyal yang tegangannya besar (atau arus keluarannya besar).

Untuk mengurangi cacat lebih jauh lagi bisa mengunakan teknik error corection. Namun seringkali teknik tersebut meningkatkan kompleksitas rangkaian dan menambah biaya produksi. Umumnya engineer berusaha membuat rangkaian yang sesederhana mungkin namun dengan kualitas setinggi mungkin. Pemilihan nilai dan tipe komponen yang tepat, disain tata letak dan PCB sangat berpengaruh pada hasil akhir.

Sumber : https://anistardi.wordpress.com/2014/02/06/sumber-cacat-pada-rangkaian-audio-amplifier-bagian-1/