Menghitung Dan Mengukur Daya Audio Amplifier


Banyak orang yang menanyakan bagaimana memperkirakan daya audio amplifer dan bagaimana cara mengukurnya. Daya tidak dapat dijelaskan tanpa memahami apa itu tegangan, arus, dan tahanan (resistansi). Hukum Ohm menyatakan bahwa V = I x R, yang mana V adalah tegangan, I adalah arus, dan R adalah tahanan. Satuan dari tegangan dinyatakan dalam Volt, satuan arus dalam Ampere, dan satuan tahanan dalam Ohm. Hukum Ohm ini ditemukan oleh Georg Ohm pada tahun 1827.

Daya itu sendiri memiliki arti energi yang ditimbulkan atau dikonsumsi dibagi waktu. Daya ini dinyatakan dalam satuan Watt. Daya listrik dinyatakan sebagai P = (V x Q) / t. P adalah daya dalam Watt, V adalah tegangan, Q adalah muatan listrik (electric charge) dalam Coulomb, dan t adalah waktu dalam detik. Muatan listrik dibagi waktu adalah arus listrik sehingga daya bisa dinyatakan P = V x I. Dalam hubungannya dengan hukum Ohm, daya bisa juga dinyatakan sebagai P = V x V / R atau P = I x I x R.

Sinyal audio adalah sinyal bolak-balik atau AC (alternating current) maka perhitungan daya menjadi lebih kompleks. Sinyal bolak-balik memiliki tegangan yang selalu berubah setiap saat sehingga dayanya juga berubah setiap saat. Agar memudahkan analisa, maka kita gunakan sinyal sinus.

Nilai Rata – Rata

Nilai rata-rata sinyal bolak-balik adalah nilai rata-ratanya dalam setengah periode. Untuk sinyal sinus, nilai rata-rata sama dengan nilai maksimal dibagi (2 / π).

Daya rata-rata adalah energi rata – rata yang dihasilkan yang dihasilkan dalam satu periode. Daya rata-rata ini digunakan untuk menghitung pendingin yang dibutuhkan transistor atau memperkirakan peningkatan suhu (disipasi daya) pada komponen elektronik. Daya rata-rata dinyatakan sebagai berikut: (I2puncak x R) / 2

Nilai Efektif

Jika arus searah 1A menghasilkan suhu 100 derajat pada sebuah tahanan, maka arus bolak-balik yang berbentuk sinus sebesar 1A maksimal (nilai puncak) akan menghasilkan suhu 70,7 derajat pada tahanan yang sama. 70,7/100 atau 0,707 ini disebut nilai efektif atau root mean square (RMS).

Tegangan rms sinyal sinus = 1/√2 dari tegangan puncak. Arus rms sinyal sinus = 1/√2 dari arus puncak. Daya rms = V rms x I rms

Daya Pada Audio Amplifier

Spesifikasi daya pada audio amplifier menggunakan daya RMS dengan sinyal sinus 1 kHz, pada beban 8 Ohm atau 4 Ohm, dan Total Harmonic Distortion (THD) maksimal sebesar 1%.

Untuk amplifier yang bukan Bridge Tie Load (BTL), tegangan maksimal dibatasi oleh tegangan power supply nya dan tegangan saturasi transistor finalnya. Sedangkan arus maksimalnya dibatasi oleh arus maksimal dari trafo. Tentu saja harus dipastikan transistor bekerja pada daerah Safe Operating Area (SOA)-nya.

Pada power supply yang tidak teregulasi, makin besar arus yang ditarik amplifier, tegangan power supply semakin turun. Ini karena power supply memiliki impedansi output yang tidak nol. Umumnya trafo yang baik tidak mengalami penurunan tegangan lebih dari 5% saat dibebani arus maksimalnya. Belum lagi tegangan ripple power supply yang besarnya tergantung dari besarnya kapasitansi dari elco setelah dioda penyearah. Dioda penyearah juga mengurangi tegangan power supply sekitar 1V.

Sedangkan tegangan saturasi transistor bisa mencapai 3V tergantung besar arus kolektornya.

Contoh perhitungan

Misalnya ada trafo 32V CT 5A akan dijadikan audio amplifier. Berapa perkiraan daya maksimalnya pada 4 Ohm?

Tegangan power supply pada beban maksimal = (tegangan puncak x 95%)  – tegangan dioda – tegangan ripple.

Tegangan puncak = 32 x √2 = 45 V (dibulatkan agar mudah).

Tegangan dioda = 1 V Tegangan ripple = 3 V Tegangan power supply pada beban maksimal = 38,75 V

Tegangan sinyal maksimal (puncak) = Tegangan power supply pada beban maksimal – tegangan saturasi transistor = 38.75 – 3 = 35.75 V

Daya RMS pada 4 Ohm = (Tegangan sinyal RMS)2 / R = ( 35.75 / √2 )2 / 4 = 160 W RMS (dibulatkan).

(Terima kasih kepada pak Arif Budiyanto atas koreksi perhitungannya.)

Untuk beban speaker sedikit berbeda dengan perhitungan di atas, karena impedansi speaker bukan bersifat resistif murni, melainkan memiliki induktansi juga. Sehingga cos φ atau power faktor perlu diperhitungkan. Namun ini tidak akan dibahas di sini karena terlalu rumit untuk pemula.

Cara Pengukuran

Cara pengukuran daya pada audio amplifier dapat digambarkan sebagai berikut:


Pada input amplifier diberi sinyal sinus 1 kHz dari sinyal generator. Output amplifier dihubungkan ke dummy load yang berupa resistor daya yang nilainya sekitar 8 Ohm atau 4 Ohm. Pastikan daya maksimal dari dummy load lebih besar dari daya maksimal amplifier. Jika tegangan puncak dari output amplifier sangat tinggi, perlu diturunkan dengan attenuator atau pembagi tegangan. Lalu sinyalnya dimasukkan ke Distortion Analyzer. Keluaran Distortion Analyzer  dimasukkan ke oscilloscope untuk melihat visualisasinya.

1. Atur frekuensi sinyal genarator 1 kHz sinus.

2. Atur level tegangan sinyal generator sampai THD Analyzer menunjukkan THD sebesar 1%.

3. Ukur tegangan yang terlihat pada oscilloscope.

Jika tegangan puncak yang terukur 20V dan pada attenuator tegangan dibagi 5, maka tegangan puncak sesungguhnya 20 x 5 atau 100V.

Tegangan RMS = 1/√2 x 100V = 70,7V rms.

Misalkan resistansi dummy load sebesar 4 Ohm, maka Daya RMS = (70,7 x 70,7) / 4 = 1250 Watt rms.

Sumber :  https://anistardi.wordpress.com/2015/01/17/menghitung-dan-mengukur-daya-audio-amplifier/